Pasuruan, Jawa Timur – Pungutan liar (pungli) di sekolah merupakan praktik yang melanggar hukum dan telah menjadi perhatian serius pemerintah, terutama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dasar hingga menengah di Indonesia wajib diselenggarakan secara gratis untuk sekolah negeri. Praktik pungutan yang tidak resmi dalam dunia pendidikan, termasuk di sekolah-sekolah, dilarang keras dan dapat dikenakan sanksi hukum.
Kementerian Pendidikan telah mengeluarkan berbagai peraturan guna mencegah pungli di sekolah. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang menegaskan bahwa sekolah tidak boleh meminta sumbangan atau pungutan tanpa dasar hukum yang jelas, kecuali melalui komite sekolah dan bersifat sukarela.
Larangan pungli ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setiap pungutan yang dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Pelaku yang terlibat dalam pungli, baik dari pihak sekolah maupun luar sekolah, dapat diproses hukum dan dikenakan sanksi tegas.
Namun Pungutan liar (pungli) yang terjadi di SMAN 1 Purwosari, Pasuruan, membuat resah para siswa dan orang tua. Berdasarkan laporan yang diterima, terdapat sebanyak 46 jenis pungutan yang diterapkan di sekolah tersebut. Pungutan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari administrasi, kegiatan ekstrakurikuler, hingga kebutuhan pendidikan lainnya yang seharusnya menjadi tanggung jawab sekolah.
Salah satu orang tua murid, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkapkan bahwa pungutan tersebut sangat memberatkan dan tidak ada kejelasan terkait penggunaannya. “Kami diminta membayar untuk banyak hal, padahal seharusnya sudah ditanggung oleh dana sekolah. Kami merasa tidak ada transparansi,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Tim Berita Istana menyatakan akan mengambil langkah tegas dengan melaporkan praktik pungli tersebut kepada pihak berwenang. “Ini jelas pelanggaran yang harus segera ditindaklanjuti. Kami akan membawa laporan ini ke Ombudsman dan aparat hukum agar diusut tuntas,” ujar juru bicara Tim Berita Istana.
Berikut adalah 46 jenis pungli yang sering terjadi di sekolah dan perlu diketahui oleh wali siswa:
1. Uang pendaftaran masuk
2. Uang komite
3. Uang OSIS
4. Uang ekstrakurikuler
5. Uang ujian
6. Uang daftar ulang
7. Uang studi wisata
8. Uang pelepasan siswa
9. Uang buku terbuka
10. Uang paguyuban
11. Uang syukuran
12. Uang infak
13. Uang fotokopi
14. Uang perpustakaan
15. Uang bangunan
16. Uang LKS (Lembar Kerja Siswa)
17. Uang buku paket
18. Uang bantuan
19. Uang foto
20. Uang perpisahan
21. Uang pergantian kepala sekolah
22. Uang seragam
23. Uang pembangunan pagar dan fasilitas fisik
24. Uang kenang-kenangan
25. Uang perlengkapan sekolah
26. Uang percobaan (coba-coba)
27. Uang pramuka
28. Uang asuransi
29. Uang kalender
30. Uang partisipasi peningkatan kualitas pendidikan
31. Uang koperasi
32. Uang PMI (Palang Merah Indonesia)
33. Uang dana kelas
34. Uang denda pelanggaran aturan
35. Uang ujian nasional
36. Uang ijazah
37. Uang formulir
38. Uang kebersihan
39. Uang dana sosial
40. Uang jasa penyeberangan siswa
41. Uang peta ijazah
42. Uang legalisasi dan administrasi
43. Uang panitia
44. Uang jasa tambahan
45. Uang listrik
46. Uang gaji guru tidak tetap (GTT)
Masyarakat dan pihak terkait berharap tindakan ini dapat menghentikan praktik pungutan liar di sekolah-sekolah agar pendidikan yang seharusnya menjadi hak semua siswa bisa dinikmati tanpa beban tambahan. (Ard-Bin)