Sumenep – Dugaan penggelapan bantuan sapi terhadap kelompok “Semar Mesem” di Desa Cangkreng, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep semakin menemukan titik terang. Kasus ini mencuat ke permukaan dengan nilai anggaran sebesar Rp164.500.000 yang diduga tidak sepenuhnya sampai ke tangan penerima bantuan.
Menurut informasi yang dihimpun dari sejumlah narasumber, kelompok penerima bantuan justru tidak mengetahui nominal anggaran yang diterimanya. Ini menyalahi prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Lebih jauh lagi, merujuk pada Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, serta Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dapat dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.”
Dengan adanya data akurat serta kesaksian dari beberapa anggota kelompok dan sumber terpercaya di lapangan, unsur pidana dalam kasus ini dinilai sudah terpenuhi. Masyarakat dan sejumlah aktivis mulai mempertanyakan peran serta tanggung jawab Camat Lenteng, Supardi, dalam kasus ini.
Sejak kasus ini mencuat, Camat Lenteng Supardi seakan sulit dijangkau. Saat dihubungi melalui telepon, pesan singkat, dan WhatsApp, ia tidak memberikan respons. Publik pun bertanya-tanya, ada apa di balik sikap bungkamnya tersebut?
“Ke mana Pak Camat Lenteng? Ditelpon tidak diangkat, di-WA juga tidak membalas. Ada apa ini? Apakah beliau sengaja menghindar?” tanya salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Menghilangnya Camat Lenteng dari sorotan publik dan pers membuat sejumlah pihak geram. Beberapa aktivis menuntut agar Camat Lenteng segera angkat bicara dan tidak menutupi permasalahan ini. Ada dugaan kuat bahwa Camat Lenteng terlibat dalam “kongkalikong” dengan Kepala Desa Cangkreng dan Ketua Kelompok “Semar Mesem” terkait penyelewengan dana bantuan sapi tersebut.
Diketahui, bantuan sapi yang anggarannya berasal dari Dana Desa tahun 2022 sebesar Rp164.5 juta ini diberikan kepada kelompok “Semar Mesem” di Desa Cangkreng. Namun, hingga saat ini, keberadaan bantuan tersebut masih dipertanyakan.
SM (nama samaran), salah satu warga yang namanya tercantum dalam susunan pengurus kelompok, mengaku terkejut saat mengetahui dirinya dimasukkan dalam struktur organisasi tanpa sepengetahuannya.
“Saya kaget kenapa nama saya ada di susunan pengurus kelompok Semar Mesem. Kalau nama saya terus diseret-seret dalam persoalan ini, saya akan buka semuanya, apalagi sampai sekarang saya tidak pernah menerima bantuan tersebut, padahal katanya saya dapat bantuan,” ujarnya dengan nada kesal.
Banyak kejanggalan ditemukan dalam penelusuran lebih lanjut, mulai dari pembentukan pengurus yang terkesan asal-asalan, hingga anggota yang didaftarkan tanpa sepengetahuan mereka. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya permainan dari pihak tertentu untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Sejumlah aktivis yang mengawal kasus ini menegaskan, Camat Lenteng harus bertanggung jawab atas perannya dalam menandatangani pencairan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa tanpa memastikan permasalahan sebelumnya terselesaikan.
“Sebagai Camat, seharusnya beliau tidak sembarangan memberikan tanda tangan pencairan DD atau ADD selama ada persoalan yang belum diselesaikan. Jika sudah terjadi seperti ini, siapa yang akan bertanggung jawab? Jangan-jangan, Pak Camat main mata dengan Kades Cangkreng,” ungkap salah satu aktivis yang intens mengawal kasus ini.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi atau tanggapan resmi dari Camat Lenteng maupun pihak terkait lainnya. Kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut, dan publik berharap pihak berwenang dapat mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana bantuan ini. (BDW)