PT. BERITA ISTANA NEGARA

Di Tengah Lumpur dan Hujan: Harapan Pak To untuk Bupati Sragen Terpilih

Berita Istana - Kamis, 19 Desember 2024 05:28

Karya: Orang Pinggiran iTO

SRAGEN – Musim hujan selalu menjadi anugerah bagi petani di Sragen. Guyuran air yang deras mengguyur lahan-lahan kering, menghidupkan kembali harapan para petani. Benih-benih padi, jagung, dan palawija mulai ditanam, menandai awal kehidupan baru.

Hujan akhirnya turun di Gilirejo Baru, Kecamatan Miri, daerah di perbatasan antara Boyolali dan Grobogan. Bagi penduduk desa ini, hujan bukan sekadar air, melainkan simbol kehidupan. Tanpa irigasi, mereka hanya bisa bergantung pada air dari langit.

Pak To, seorang petani tua, berjalan pulang dari sawah dengan cangkul di pundaknya dan segenggam benih jagung di tangannya. Hujan memaksanya berhenti bekerja lebih awal. Di tengah perjalanan di jalan berlumpur, pikirannya melayang jauh.

Pak Sigit Pamungkas sudah jadi bupati,” gumamnya lirih. “Semoga ada perubahan. Jangan seperti dulu, pupuk susah, jalan rusak, kita cuma bisa pasrah.”

Di bawah guyuran hujan, ia membayangkan desanya berubah. Jalan-jalan diperbaiki, pupuk tersedia, dan pemerintah benar-benar hadir di tengah warga kecil seperti mereka. Namun lamunan itu segera terhenti saat kakinya terpeleset di lumpur yang licin.

Sesampainya di rumah, istrinya, Bu Umi, menyambutnya dengan senyum hangat meski wajahnya lelah. Di dapur sederhana, Bu Umi sedang menyiapkan nasi tiwul, makanan pokok mereka.

“Bagaimana di sawah, Pak?” tanya Bu Umi, sambil menuangkan teh hangat.

“Belum sempat menanam, Bu. Tapi lahan sudah siap. Besok, kalau cerah, aku lanjutkan.” Pak To menyeruput teh sambil menghangatkan badan.

Matanya menerawang keluar jendela, melihat sawah yang mulai tergenang air. “Bu, hidup kita ini susah. Jauh dari irigasi, jalan rusak, pupuk mahal. Tapi aku percaya, kalau pemimpin baru seperti Pak Sigit peduli, kita pasti bisa hidup lebih baik.”

Baca Juga :  Transaksi Kripto di Indonesia Melonjak 4 Kali Lipat, Sentuh Rp650,61 Triliun di Tahun 2024

“Iya, Pak,” sahut Bu Umi. “Semoga saja. Kalau jalan bagus, pupuk ada, pasti beban kita berkurang.”

Hujan semakin deras. Pak To terus memandangi sawahnya. Dalam hati, ia menyimpan doa dan harapan. Bagi petani seperti dia, perubahan bukan sekadar janji. Itu adalah kebutuhan mendesak agar mereka bisa terus hidup.

“Semoga kali ini benar-benar ada berkah,” gumamnya. “Bukan cuma dari hujan, tapi juga dari pemimpin yang peduli.”

Di tengah guyuran hujan, Pak To dan petani-petani lain menanam harapan. Tidak hanya pada tanah yang mereka olah, tetapi juga pada janji perubahan yang datang bersama pemimpin baru. Hujan menjadi saksi bisu atas doa dan perjuangan mereka, semoga berkah itu benar-benar menyentuh sampai ke pelosok Gilirejo Baru.

Langit kelabu menurunkan hujan deras yang membasahi sawah-sawah di Sragen. Para petani, yang sebelumnya berjibaku dengan panasnya musim kemarau, menyambut hujan dengan sukacita. Di sudut Desa Gilirejo Baru, sebuah desa kecil di Kecamatan Miri, para petani mulai menanam padi, jagung, dan palawija.

Pak To, seorang petani berusia lima puluhan, berdiri melihat sawahnya yang mulai tergenang air. Di bawah rintik hujan, ia melihat ke langit, berharap hasil panen tahun ini akan melimpah. Ia tahu bahwa tanah perhutani yang mereka garap, meski jauh dari sempurna, adalah satu-satunya harapan mereka untuk bertahan hidup.

“Semoga tahun ini pupuk lebih mudah didapat,” gumam Pak To dalam hati. Harga pupuk yang sering melambung tinggi membuat petani kecil seperti dirinya kesulitan. Ia teringat pada janji Pak Sigit Pamungkas, bupati baru Sragen, yang katanya akan memperhatikan nasib petani. “Semoga kepemimpinan beliau membawa perubahan,” pikirnya sambil menatap jauh ke arah Waduk Kedung Ombo yang airnya meluap karena hujan deras.

Baca Juga :  Jalin Silaturahmi, Babinsa dan Bhabinkamtibmas Ngadirojo Adakan Turnamen Sepak Bola Antar Desa

Di tengah guyuran hujan, Pak To dan para petani lainnya menanam harapan. Bukan hanya pada tanah yang mereka olah, tetapi juga pada janji-janji perubahan dari pemimpin baru. Hujan menjadi saksi bisu atas doa dan perjuangan mereka. Di pelosok Gilirejo Baru, mereka menanti hadirnya berkah yang tak hanya turun dari langit, tetapi juga dari hati para pemimpin yang benar-benar peduli.(iTo)

Bersambung….!

Array

Berita Terkait

Komentar