Mojokerto, Jawa Timur – Aktivitas tambang ilegal yang dikelola oleh Haji Maat di Desa Kunjorowesi, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, kini menjadi perhatian publik. Tambang ini tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan warga sekitar. Lokasi tambang yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari permukiman membuat ratusan rumah terancam longsor, terutama saat musim hujan.
Hasil investigasi Tim Berita Istana Jawa Timur pada Senin, 12 Februari 2025, menemukan bahwa aktivitas tambang ini telah berlangsung selama puluhan tahun. Namun, banyak warga enggan mengajukan protes atau melaporkan ke pihak berwenang karena Haji Maat dikenal sebagai tokoh berpengaruh yang dianggap kebal hukum di wilayah tersebut.
“Sudah berkali-kali kami mengadu ke pihak berwenang, tetapi tidak ada tindakan nyata. Kami khawatir rumah kami ambruk sewaktu-waktu,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Selain mengancam keselamatan warga, tambang ini juga diduga beroperasi tanpa izin resmi. Hingga kini, belum ada kepastian apakah tambang Haji Maat terdaftar di dalam sistem Minerba Online Monitoring System (MODI) yang dikelola oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Guntur Adi Pradana, S.H., M.H., C.Me., seorang praktisi hukum, menyatakan kesiapannya untuk membantu warga membawa kasus ini ke tingkat nasional.
“Laporan yang diajukan ke Dinas Lingkungan Hidup Daerah dan Polres setempat sering kali tidak membuahkan hasil, sehingga harus dibawa ke Mabes Polri agar mendapat perhatian lebih serius,” tegasnya.
Menurutnya, tindakan tegas perlu diambil mengingat dampak lingkungan yang ditimbulkan cukup parah. Selain mengancam rumah warga, tambang ini juga merusak kualitas air tanah, yang semakin menyulitkan masyarakat sekitar.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), aktivitas tambang ilegal seperti ini seharusnya mendapatkan sanksi tegas.
- Pasal 162 menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta mewajibkan perusahaan tambang mengelola lingkungan sesuai aturan yang berlaku. Jika perusahaan gagal, sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha bisa diterapkan.
- Pasal 95 mengatur tanggung jawab perusahaan dalam reklamasi dan rehabilitasi lahan pascatambang, yang sering kali diabaikan dalam praktiknya.
- Pasal 158 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp 100 miliar.
Namun, hingga saat ini, belum ada tindakan hukum terhadap tambang milik Haji Maat, meskipun dampaknya semakin dirasakan oleh masyarakat.
Tambang ini diduga berada di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik negara, yang seharusnya tidak boleh digunakan untuk aktivitas pertambangan tanpa izin resmi. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sudah semakin parah, terutama pada struktur tanah yang mulai mengalami longsor.
Pemerintah daerah dan dinas terkait diharapkan segera melakukan evaluasi terhadap izin operasi tambang ini serta menindak tegas pelanggaran yang terjadi. Upaya mitigasi bencana sangat diperlukan guna melindungi warga dan mencegah dampak yang lebih besar.
Di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, diharapkan tidak ada lagi individu atau institusi yang kebal hukum jika terbukti melanggar dan merugikan negara.
Sampai berita ini diturunkan, Haji Maat belum memberikan tanggapan terkait kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas tambangnya.
Tim Berita Istana Negara dalam waktu dekat berencana melaporkan kegiatan tambang ilegal ini ke Mabes Polri agar mendapatkan perhatian dan tindakan hukum yang lebih serius.
(TIM: Redaksi Berita Istana Negara)