SIDOARJO – Satreskrim Polresta Sidoarjo Polda Jatim berhasil mengungkap sindikat pengoplosan LPG subsidi 3 kg ke dalam tabung non-subsidi 12 kg di dua lokasi berbeda di wilayah Sidoarjo.
Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol. Christian Tobing mengatakan bahwa pengungkapan ini berawal dari laporan masyarakat mengenai aktivitas pengoplosan LPG di sebuah gudang di Desa Sepande. Laporan tersebut segera ditindaklanjuti oleh Unit Pidana Ekonomi (Pidek) Satreskrim Polresta Sidoarjo.
“Setelah mendapatkan informasi dari masyarakat, kami langsung melakukan penyelidikan dan mendatangi lokasi,” ujar Kombes Pol. Christian Tobing pada Jumat (14/2/2025).
Dalam penggerebekan tersebut, polisi menemukan barang bukti berupa dua mobil dari masing-masing lokasi, ratusan tabung LPG berbagai ukuran, segel tabung LPG, jarum besar dan kecil, klem selang kompor, timbangan, selang regulator, palu, serta peralatan lainnya yang digunakan untuk mengoplos LPG.
Lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni:
- HNY (41)
- MJK (22)
- ACM (27)
- P (38)
- TG (62) (ditangkap di lokasi kedua di Jalan Jenggolo).
“Para tersangka mengaku telah melakukan pengoplosan LPG sejak 2022,” kata Kombes Pol. Christian Tobing.
Dalam menjalankan aksinya, para pelaku membeli empat tabung LPG subsidi 3 kg seharga Rp18.000 per tabung, dengan total Rp72.000. Setelah LPG tersebut dipindahkan ke dalam tabung 12 kg, mereka menjualnya seharga Rp150.000, jauh di bawah harga resmi LPG 12 kg yang berkisar antara Rp210.000 hingga Rp215.000.
Dengan modus ini, pelaku bisa meraup keuntungan sekitar Rp85.000 hingga Rp118.000 per tabung. Dalam sehari, mereka mampu memproduksi hingga 100 tabung LPG 12 kg dan menjualnya di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
“Kami masih terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap jaringan penjualannya,” tambah Kapolresta.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 55 dan/atau Pasal 53 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mereka terancam hukuman maksimal enam tahun penjara.
(Eko/BIN)