Kupang – Harvido Aquino Rubian, alias Buyung, resmi melaporkan dugaan pemalsuan tandatangan dan isi perjanjian tanggal 7 Desember 2020 ke Polda NTT pada Jumat (19/7/2024).
Pantauan media ini menunjukkan bahwa Harvido Aquino Rubian tiba di Polda pada pukul 10.30 WITA, didampingi oleh kuasa hukumnya dari Firma Hukum ABP, yaitu Akhmad Bumi, SH, Yupelita Dima, SH., MH, dan Ayub Codey, SH.
Laporan tersebut diterima oleh SPKT Polda NTT dengan nomor STTLP/B/202/VII/2024/SPKT/Polda Nusa Tenggara Timur pada tanggal 19 Juli 2024. Surat tanda penerimaan laporan ditandatangani oleh PS. KA Siaga 1 SPKT u.b Banum SPKT, Aipda Rolas Nadeak.
Akhmad Bumi, SH, kepada wartawan di Polda NTT menjelaskan bahwa kliennya, Harvido Aquino Rubian alias Buyung, resmi melaporkan dugaan pemalsuan perjanjian tanggal 7 Desember 2020, termasuk dugaan pemalsuan isi dan tandatangan perjanjian tersebut.
“Perjanjian tanggal 7 Desember 2020 yang diduga palsu kemudian dibawa ke pengadilan untuk disahkan dalam akta van dading tanggal 15 Desember 2020 melalui Keputusan 252 tahun 2020. Itu yang dilaporkan hari ini,” jelas Akhmad Bumi.
“Laporan tandatangan dan isi surat perjanjian yang diduga palsu. Itu yang hari ini klien kami laporkan dan laporan klien kami sudah diterima Polda NTT,” tambah Bumi.
Bumi juga menyebutkan bahwa laporan lain akan menyusul, termasuk laporan terkait eksekusi. “Perintah eksekusi oleh Ketua Pengadilan Negeri Kupang tahun 2022 dan 2023 pada obyek atau eksekusi rill berdasarkan apa? Tidak ada perintah hakim atau pengadilan atas obyek yang dieksekusi, kenapa dikeluarkan surat perintah eksekusi? Tapi hari ini laporan terkait surat dan tandatangan palsu, terkait eksekusi belum kami laporkan hari ini,” jelas Bumi.
“Ya, sumbernya dari perjanjian tanggal 7 Desember 2020 yang diduga palsu itu, bukan pihak materil yang tandatangan tapi ditandatangani oleh pihak lain yang tidak berwenang dan eksekusi itu adalah akibat yang nyata adanya berdasarkan akta van dading Nomor 252. Akta van dading dalam perintahnya menghukum para pihak untuk tunduk pada perjanjian yang dibuat, ya para pihak yang tandatangan itu, bukan pihak materil yang tandatangan dan dalam akta van dading tidak ada perintah atas obyek yang dieksekusi,” jelas Bumi lebih lanjut.
Laporan lain akan menyusul, ada tiga atau empat laporan lagi. “Kami kuasa hukum hanya menjalankan perintah klien sesuai surat kuasa khusus yang diberikan, tidak ada kepentingan lain selain itu,” tegas Bumi.
Diketahui bahwa perbuatan membuat surat palsu diancam dengan hukuman 6 tahun penjara sesuai Pasal 263 ayat (1 dan 2) KUHP. Ayat (1) KUHP: “Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.”
Ayat (2): “Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan kerugian.”
Memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik diancam 7 tahun penjara dan dapat diperberat menjadi 8 tahun penjara sesuai Pasal 266 dan 264 KUHP. Ayat (1) Pasal 266 KUHP: “Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam surat akta autentik tentang sesuatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau mempergunakannya itu mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.”
Ayat (2): “Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.”
Junto (pasal perberat) Pasal 264 ayat (2e) KUHP: Dipenjara selama-lamanya 8 (delapan) tahun, apabila pemalsuan identitas dituangkan dalam sebuah surat utang dari sesuatu perikatan. Ayat (1e): Jika dimasukkan ke dalam surat autentik.(*)