Kotabaru, – Sejumlah warga yang terdampak pembangunan Bandara Gusti Sjamsir Alam, Kota Baru, Kalimantan Selatan, mengundang kuasa hukum dari PT Berita Istana Negara guna mendapatkan pencerahan hukum terkait ganti kerugian atas lahan mereka. Acara ini digelar pada Selasa (18/2) di rumah Wandi, yang beralamat di Jl. Bandara GT. Syamsir Alam RT.02 No.33, Desa Stagen, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru.
Dalam pertemuan tersebut, warga menyampaikan ketidaksetujuan mereka terhadap hasil musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang. Mereka merasa keputusan yang diambil tidak sesuai dengan harapan dan hak mereka sebagai pemilik lahan.
Acara yang berlangsung selama kurang lebih 4 hingga 5 jam ini juga dihadiri oleh Hj. Alfisah, S.Sos., M.Ap. Setelah menghadiri agenda reses, Alfisah yang juga merupakan salah satu warga terdampak turut hadir untuk meminta nasihat hukum dari PT Berita Istana Negara.
Setidaknya 29 warga terdampak hadir dalam pertemuan ini, dengan harapan mendapatkan solusi hukum yang adil dan sesuai dengan hak mereka. Kuasa hukum yang diundang memberikan pemaparan terkait langkah-langkah yang bisa diambil oleh warga dalam menghadapi permasalahan ini, termasuk kemungkinan upaya hukum yang dapat ditempuh guna memperjuangkan hak mereka.
Salah satu warga terdampak, Daeng, menyampaikan bahwa panitia dianggap tidak proporsional dalam menentukan harga ganti rugi. Menurutnya, tidak ada kejelasan dalam metode penilaian yang digunakan, sehingga muncul kesenjangan antara rumah dengan harga tinggi dan rendah.
Keluhan serupa juga disampaikan Agus, yang menilai bahwa proses musyawarah penetapan ganti rugi tidak transparan. Agus bahkan mengaku bahwa warga mendapatkan intervensi untuk melakukan gugatan ke pengadilan. Namun, saat mendatangi pengadilan pada 12 Februari 2025, gugatan mereka ditolak dengan alasan bahwa pengadilan belum memiliki kewenangan dalam perkara ini. Agus juga menuding bahwa panitia tidak bertanggung jawab dan hanya saling melempar masalah.
Dedy Afriandi Nusbar, SH, selaku kuasa hukum yang hadir dalam pertemuan tersebut, menegaskan bahwa warga tidak boleh dibodohi oleh panitia. Ia menyoroti bahwa banyak warga yang bahkan belum menerima undangan resmi dari panitia terkait proses musyawarah.
“Kami akan melakukan apresel pembanding agar harga ganti rugi yang diberikan kepada warga terdampak lebih sesuai dengan nilai sebenarnya. Jangan panik menghadapi ini, harga ganti rugi tidak bisa dipukul rata begitu saja,” ujar Dedy.
Ia juga menegaskan bahwa jika warga memiliki legal standing, mereka bisa memperjuangkan hak mereka secara hukum. “appraisers pembanding itu sah, dan dalam proyek pembangunan bandara komersial seperti ini, yang tujuannya untuk memudahkan akses pengusaha tambang dan industri, warga terdampak harus mendapatkan haknya secara adil,” tambahnya.
Selain Dedy Afriandi Nusbar, SH, pertemuan ini juga dihadiri oleh Agus Gunadi, SE, selaku Kepala Perwakilan (Kaperwil) Berita Istana Negara untuk Provinsi Kalimantan Selatan, serta Warsito, Direktur Utama PT Berita Istana Negara.
Warsito menegaskan bahwa PT Berita Istana Negara akan terus mengawal kasus ini hingga warga mendapatkan hak mereka dengan adil. Ia juga menyatakan bahwa Dedy Afriandi Nusbar adalah sosok yang berpengalaman dalam menangani kasus besar terkait lahan dan ganti rugi.
“Dedy sudah banyak menangani kasus besar, seperti kasus Umar dan Dewi, warga Lombok Tengah, yang tanahnya digunakan untuk pembangunan Sirkuit Mandalika. Selain itu, ia juga pernah menangani sengketa tanah di BSD (Bumi Serpong Damai) serta kasus pembebasan lahan untuk tol Bawen-Yogyakarta,” ungkap Warsito.
Dengan adanya pendampingan hukum dan perhatian dari pihak media, warga berharap panitia dapat lebih transparan dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah ganti rugi ini. Warga juga mendesak agar panitia segera memberikan penjelasan yang jelas mengenai metode penetapan harga serta memastikan bahwa semua proses dilakukan secara terbuka dan sesuai hukum.(iTO)