Pasuruan – Kasus dugaan mark up anggaran dana desa di Desa kembali mencuat ke permukaan dan menjadi sorotan masyarakat. Beberapa pihak menduga adanya penyimpangan dalam penggunaan anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat.
Dugaan ini muncul setelah ditemukan adanya perbedaan mencolok antara laporan anggaran yang diajukan oleh pemerintah desa dengan hasil pembangunan di lapangan. Beberapa proyek pembangunan, seperti jalan desa, fasilitas umum, dan program pemberdayaan masyarakat, dinilai tidak sesuai dengan dana yang telah dicairkan.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengelolaan anggaran desa. “Kami sebagai masyarakat kecil sangat kecewa karena dana desa yang seharusnya untuk kesejahteraan bersama malah diduga disalahgunakan. Pembangunan yang ada tidak sesuai harapan,” ujarnya.
Laporan dugaan mark up ini kini tengah dalam tahap investigasi oleh pihak terkait, termasuk inspektorat daerah dan penegak hukum. Beberapa dokumen penting dan bukti transaksi keuangan telah dikumpulkan untuk mendukung proses penyelidikan.
1. Proyek Dana Desa yang Diduga Markup
Salah satu sorotan utama adalah proyek pembangunan jalan usaha tani dengan anggaran Rp 124.862.000 dan Rp 199.000.000. Hingga saat ini, rincian penggunaan dana tersebut belum diungkapkan kepada masyarakat. Selain itu, anggaran sebesar Rp 155.285.000 untuk pemeliharaan pasar desa juga menimbulkan tanda tanya, apakah pengeluaran ini telah sesuai dengan kebutuhan riil dan rencana anggaran biaya (RAB).
2. Anggaran untuk Kejadian Mendesak
Dalam laporan anggaran, ditemukan alokasi dana yang signifikan untuk “kejadian mendesak,” seperti Rp 103.500.000 per triwulan pada triwulan 1 dan 2, serta Rp 172.800.000 pada triwulan 3 dan 4. Sayangnya, hingga kini belum ada penjelasan rinci mengenai apa yang dimaksud dengan kejadian mendesak tersebut, maupun dokumentasi yang membuktikan transparansi penggunaan anggaran ini.
3. Pemeliharaan Fasilitas Desa
Anggaran sebesar Rp 70.037.000 untuk pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan non-formal seperti PAUD, TK, TPQ, dan madrasah juga menjadi perhatian. Masyarakat mempertanyakan apakah anggaran ini benar-benar digunakan sesuai kebutuhan dan memberikan manfaat nyata.
4. Penanggulangan Bencana dan Keadaan Mendesak Desa
Anggaran lain yang menarik perhatian adalah untuk penanggulangan bencana dan keadaan darurat desa. Publik berharap pemerintah desa dapat memberikan laporan pertanggungjawaban yang transparan terkait penggunaannya, khususnya apakah dana ini telah digunakan untuk kejadian spesifik.
5. Keterlambatan Pelaporan Realisasi Dana Desa
Salah satu isu mendasar adalah keterlambatan pelaporan realisasi Dana Desa tahap 3 melalui aplikasi OMSPAN Kemenkeu. Kendala ini belum mendapatkan penjelasan resmi dari Kepala Desa Kedungboto, Subandi, yang hingga saat ini sulit dihubungi untuk memberikan klarifikasi.
Panji Riyadi, SH., MH ,C.Me Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada transparansi anggaran, Budi Santoso, menyatakan bahwa kasus seperti ini sering kali terjadi akibat kurangnya pengawasan. “Kita butuh transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik. Pemerintah desa seharusnya melibatkan masyarakat dalam setiap proses perencanaan dan pelaporan anggaran,” tegasnya.
Sementara itu, Subandi Kepala Desa yang bersangkutan saat dikonfirmasi tim Berita Istana tidak memberikan jawaban apapun
Kasus ini mengundang perhatian publik karena dana desa merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antara desa dan kota. Jika benar terjadi penyimpangan, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan dana desa di masa depan.
Masyarakat berharap agar kasus ini segera ditangani dengan tegas dan transparan oleh pihak berwenang. Kepercayaan publik terhadap pemerintah desa harus dijaga agar program-program pembangunan dapat berjalan dengan baik sesuai tujuan awalnya.
Reporter: Ridho Al Hakim
Editor: Tim Berita Istana Negara