SRAGEN – Proyek pengerjaan infrastruktur di beberapa pemerintahan desa, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen beberapa waktu lalu dilaporkan di Kejaksaan Negeri dan kini kasus dalam tahap penyidikan. Dugaan kasus penyalahgunaan anggaran tersebut digelontor dari berbagai sumber keuangan negara, diantaranya Bantuan Provinsi (Banprov) dan Anggaran Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Hal itu dilaporkan adanya berbagai kejanggalan baik dalam pengelolaan maupun pelaksanaannya. Untuk infrastruktur adanya mark up anggaran dan pengerjaan yang terkesan asal-asalan, sehingga erat indikasi dalam proses pengerjaan terdapat indikasi persekongkolan berpotensi Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Namun, saat ini temuan baru muncul di Kecamatan yang sama namun Desa berbeda. Dari narasumber beberapa tokoh maupun warga menunjukkan beberapa titik lokasi proyek pembangunan infrastruktur di Desa Tempelrejo, Mondokan, terhadap beberapa anggota investigasi di Lapangan.
Temuan semisal pembangunan talud yang belum ada setahun ambrol retak, lalu jembatan penghubung dusun diduga mark up tak sesuai spek, cor jalan yang banyak retak rusak parah. Menurut tim lapangan soal pembangunan dianggap tidak layak karena terdapat campuran atau material tidak sesuai spesifikasinya.
Pantauan di lokasi saat bertemu narasumber warga Dukuh Ngrungkap RT 05, inisial YM (77), Senin (11/12/2023), mengatakan jembatan selain menjadi akses penghubung antar dusun, merupakan sarana untuk meningkatkan konektivitas serta meningkatkan ekonomi lokal, maka diperlukan bangunan yang bermutu dan berkualitas sehingga masyarakat merasakan manfaatnya.
”Dari awal pengerjaannya kok saya lihat kayak asal-asalan, pembuatannya lihat itu mas dari sisi barat kontruksi dan pembuatannya bisa dilihat tak searah, tak enak dipandang. Lalu bukankah batunya harusnya sesuai RAB, kok itu beda-beda. Lalu talud tidak seimbang tanpa berem, urug juga dari tanah sekitar, itupun tidak penuh, pembatas tajam melewati,” ucapnya.
YM mengatakan pada pembangunan jembatan penghubung antar dusun itu dinding penahan tanah pada kedua sisi jembatan tidak sesuai spesifikasi teknik dan sepertinya tidak kokoh, dilihat dari tingkat tinggi rendahnya bentuk posisi tak berimbang.
“Semakin tinggi dan rawan posisinya. Saat hujan sama saja tidak bisa dilewati,” ujarnya.
Diketahui tercantum pada papan nama anggaran bersumber dari Banprov 2023 sejumlah Rp50.000.000 dan Rp85.000.000. Berdasarkan fakta yang ada pembangunan jembatan itu disebut warga dikerjakan tidak memenuhi unsur standar dan terkesan pengerjaan asal-asalan.
“Dilihat dari sisi barat, pembatas pendek juga lebih tinggi. Lha apa tanah nggak longsor terbawa air hujan jadinya. Lha wong berem saja ngeruk dari barat jembatan itu, tanah lempung. Selain nggak padat juga nongol tajam. Kalau pas hujan jalan juga jembatan ini malah membahayakan, semua petani lewat sini karena jalan tani utama,” ketusnya.
Bersamaan senada juga dikeluhkan PD (65) warga Dukuh Teguhan RT 1 dan SD (80) warga Dukuh Ngrungkap RT 05 ditempat yang sama, sebelumnya beberapa proyek pemerintah yang dinilai amburadul atau bermasalah lantaran cara pengerjaannya tidak ada pemantauan dari lembaga atau media, oleh karenanya ada cor jalan yang sudah retak serta talud ambrol. Padahal dalam realisasi ada yang hitungan bulan belum ada setahun.
“Setahu kami kebanyakan hanya dikerjakan oleh pihak TPK Desa Tempelrejo saja, warga tahunya jadi gitu saja mas. Untuk talud, jalan cor beton bisa dicek sendiri kami tunjukkan. Semua sudah banyak yang pecah dan rusak,” keluhnya.
Beberapa aduan warga itu disikapi perwakilan Lembaga, Media dan Advokasi Hukum, lalu terjun ke lokasi melakukan kroscek dan klarifikasi warga. Fakta ditemukan beberapa titik proyek pembangunan yang terindikasi dugaan mark up dan dikerjakan tidak sesuai Bestek (RAB), bersumber dari anggaran dana desa maupun dana provinsi diantara mulai tahun 2021-2023.
Kajari Sragen Virginia saat dikonfirmasi awak media membenarkan penanganan kasus di wilayah Kecamatan Mondokan. Pihaknya memang tahap berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah untuk menghitung kerugian negara.
Beberapa motif sama pula, bahwasanya sumber dana tersebut digelontor dari APBD Provinsi Jawa Tengah. Tak dipungkiri, dari pelaporan penanganan perkara sudah masuk taraf penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tertanggal 18 Agustus 2023 lalu.
Dalam hal penanganan, himbauan Jaksa Agung beberapa waktu lalu sepakat menjaga terkait kepercayaan publik, adapun laporan maupun aduan baru akan ditindak lanjuti sesuai peraturan hukum yang berlaku.
“Soal kasus 7 Desa di Kecamatan Mondokan berkaitan dengan pembangunan jalan di 21 lokasi atau titik. Bahkan ada 1 desa tidak hanya 1 lokasi saja, tetapi bisa 2-3 lokasi. Pagu anggaran per lokasi bisa mencapai Rp200 juta. Nilai kontraknya bervariasi antara Rp50 juta-Rp200 juta. Acuannya menggunakan Peraturan Bupati (Perbup) No. 62/2020 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Desa,” terangnya.
Pihaknya menuturkan di Bidang Intelejen sudah melakukan pengumpulan data dan penanganan masih terus berjalan.
Kajari memastikan tidak ada hal yang ditutupi dalam penanganan perkara. Dia menyampaikan perkara yang di Pidsus adalah kegiatan yang bersumber dari provinsi. Dia menyampaikan ada kegiatan yang diduga dilakukan tidak sebagaimana mestinya.
Sampai berita ini tayang, Kepala Desa Tempelrejo Agung Dwi Harjanto dan Sekdes nya saat dikonfirmasi kemarin via telpon tidak mengangkat dan pesan melalui whatsapp tidak ada respon maupun jawaban hingga berkali-kali. Kesimpulan, patut diduga adanya kejanggalan dan ketidak transparan sehingga adanya berbagai penyimpangan program yang ada dilingkup pengelola birokrasi-birokrasi seputar Desa Tempelrejo.
Praktisi Hukum Media dan Lembaga Rendra S. Aji yang ikut mendampingi investigasi kelapangan mengatakan, terkait semua itu nantinya tim kelembagaan maupun Advokasi hukum akan bekerjasama dengan pihak terkait untuk mengaudit penggunaan anggaran dan kroscek pada realisasi-realisasi pelaksanaanya dan menempuh jalur sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Bahwasanya nampak terlihat jelas berbagai kejanggalan di beberapa pembangunan Desa Tempelrejo tersebut. Penggarapan pun tidak maksimal apabila hujan mudah rusak dan pondasi tidak kokoh.
“Pembangunan beberapa titik ini harus segera ditindak lanjuti oleh instansi terkait, jangan hanya tutup mata, karena pekerjaan tersebut sangatlah miris di duga disinyalir merugikan keuangan negara. Satu hal lagi, seharusnya pembangunan jembatan ini jadi sarana pendukung yang dirasakan oleh masyarakat, tapi malah yang ada dikeluhkan warga. Dalam realisasi pembangunan jembatan penghubung tersebut banyaknya di temukan kurangnya material, tidak sesuai rencana anggaran biaya (RAB),” tegasnya.
Agar diketahui masyarakat, menurutnya, hal itu dengan berdasarkan undang-undang KIP nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik nomor 2 tahun 2017 tentang jasa kontruksi dan pasal 11 khususnya peran serta masyarakat tersebut.
Disisi lain juga diatur dalam peraturan pemerintah PP No 43 tahun 2018 tentang tata cara peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Selanjutnya pada undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa pengertian korupsi setidaknya mencakup segala perbuatan melawan hukum memperkaya diri orang yang merugikan keuangan negara.
“Bilamana tempuh jalur hukum akan kami lakukan, semua jelas dan data akan dilengkapi. Nanti kami susulkan berkasnya. Tapi yang jelas kami akan bersinergi dan menyurati semua instansi terkait, khususnya Inspektorat, BPK lalu Kejaksaan agar adanya tindakan..” pungkasnya. (*)