PT. BERITA ISTANA NEGARA

Aksi Para Mafia BBM Ilegal eks Soloraya Jadi Isu Terseksi

Berita Istana - Rabu, 23 Agustus 2023 01:57

 

SRAGEN – Topik BBM bersubsidi di eks Soloraya khususnya wilayah Kabupaten Sragen Jawa Tengah selalu menjadi isu terseksi dalam berbagai pemberitaan media. Hal itupun pada akhirnya membuat bergeliat para praktisi hukum serta para awak media di eks Soloraya atas maraknya para pemain BBM ilegal ibarat orang sakit stadium 4 yang tak kunjung sembuh atas penyakitnya.

Disisi lain, pihak Pertamina Patra Niaga selalu mengapresiasi apabila mitra media dan APH ikut serta sinergi juga menguak soal penyalahgunaan BBM subsidi. Diantara salah satunya aturan secara jelas menerangkan BBM subsidi jenis Solar hanya bisa dipakai untuk pengguna yang diatur dalam Perpres 191/2014. Dimana khusus untuk mobil pribadi, kendaraan angkutan umum/barang, nelayan kecil, dan sebagainya.

Sementara itu, Area Manager Communication, Relations, & CSR Jawa Bagian Tengah Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho juga meminta baik masyarakat, awak media sampai praktisi hukum segera melapor jika menemukan indikasi penyalahgunaan BBM subsidi lainnya.

“Kami mendukung upaya penegakan hukum terhadap upaya melawan hukum terhadap penggunaan BBM subsidi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” kata Brasto Galih Nugroho, kepada para jurnalis melalui grup WhatsApp.

Masih menguak seputar BBM itu, awak media di lapangan saat ini juga mengendus adanya penyalahgunaan dan keterlibatan pengelola di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di wilayah Gemolong, Sragen dalam praktik penyelewengan BBM subsidi. Tanpa adanya kesepakatan, mustahil transaksi pemindahan solar bersubsidi dengan kendaraan modifikasi bisa berlangsung lancar.

Pantauan di lapangan, pelaku melakukan penyelewengan dengan cara membeli BBM subsidi ke sejumlah SPBU dengan kendaraan yang tangkinya telah dimodifikasi secara berulangkali. SPBU dipinggir jalan raya arah menuju Karanggede Boyolali tersebut diduga BBM bersubsidinya Solar atau Pertalite banyak kuotanya terkuras untuk para mafia. Tujuan distribusi SPBU dianggap tidak tepat sasaran, dan kebijakan subsidi juga disalahgunakan oleh pihak-pihak untuk kepentingan oknum.

Adapun beberapa dokumentasi yang diambil, dampak fenomena pengangsu (sebutan lokal untuk masyarakat yang membeli BBM subsidi untuk dijual kembali), terkadang menimbulkan antrian panjang diarea SPBU (hampir menggunakan pinggir badan jalan umum). Ketersediaan BBM subsidi baik Pertalite dan khususnya Solar di SPBU itu terlihat juga banyak diambil oleh pengangsu, dugaan tangki yang dimodifikasi agar volume pengisian bisa lebih besar, hingga ditemukan penggunaan fuel card oleh pengangsu yang bukan miliknya bahkan satu orang pengangsu bisa menggunakan lebih dari satu kartu kendali.

Beberapa warga dan para pengemudi truk saat dikonfirmasi, mengeluhkan soal praktik penjualan BBM Solar/Pertalite bersubsidi. Masalahnya BBM khususnya solar banyak yang dijual ke pengangsu atau tengkulak. Bahkan terkadang banyak pemilik truk yang ditolak atau alasan habis saat hendak membeli.

“Kadang kami kecele dan jengkel, karena dikatakan minyak solar sudah habis atau kosong. Tapi petugas pengisian SPBU Kwangen Gemolong, itu malah melayani penjualan ke pengangsu,” tandas R salah seorang pengemudi truk, pekan lalu.

Narasumber para pengemudi truk dan warga sekitar yang tinggal di sekitar SPBU itu, hafal waktu kedatangan truk juga armada modif yang “ngangsu” atau kulakan di SPBU itu.

Kebenaran informasi yang didapat pun terbukti makin valid setelah tim memonitor langsung di lokasi SPBU beberapa kali. Didapati mulai dari truk ber terpal, truk box sampai armada jenis mobil panther datang siang hari atau malam hari. Setiap datang menyedot ribuan liter BBM Solar. Diduga semua armada itu memiliki alat inverter untuk menyedot solar dari tangki ke penampungan di bak.

Ditengarai BBM solar bersubsidi Rp 6.800/lt maupun pertalite itu ditampung gudang kemudian dijual lagi ke pemilik peralatan berat atau ke pabrik industri. Praktik penjualan BBM bersubsidi di SPBU itu diduga juga sudah berlangsung lama, karena armada yang sama sering membeli di tempat itu.

Pihak pengelola juga pengawas SPBU inisial G dan Y saat dimintai konfirmasi seakan menghindar memberikan keterangan terkait penjualan BBM bersubsidi itu. Saat dikonfirmasi via Whatsapp juga masuk, kala chat padahal dibuka dan dibaca namun sengaja tidak dibalas. Dalam hal ini pihak SPBU jelas mengundang berbagai dugaan indikasi ketidakberesan serta atas dasar ketidak kooperaktifan pula.

Terpisah, salah satu pemerhati Media sekaligus Advokasi Hukum dari PERADI di Aliansi Indonesia Biro Soloraya, dr. BRM Kusumo Putro SH, MH, pada akhirnya ikut angkat bicara. Dia menjelaskan, dalam memerangi mafia solar serta para penimbun, diharapkan segenap tim mulai gencar-gencarnya memonitor dan mengumpulkan alat bukti data untuk menggulung para mafia BBM bersubsidi, seperti hal nya sinergi juga yang dilakukan baik Polda dan Bareskrim hingga BPH Migas beberapa waktu lalu.

“Tapi itu ternyata semua tidak membuat keder dan ciut nyali para mafia solar, baik saya menghimbau bersama rekan-rekan perlu tampil kembali. Mereka secara terang-terangan melakukan aktivitas pengurasan solar juga pertalite siang dan malam hari dengan menggunakan truck, colt diesel, panther modif berkapasitas minim 1 ton, dengan memasang pompa untuk memindahkan solar bersubsidi dari tangki jalan ke dalam bak tangki modif penyimpanan (Torn) Kempu Tandon IBC (Bul). Saya berharap koordinasi rekan-rekan bersama dilapangan secara matang,” tegasnya.

Sosok pria yang terkenal supel juga Ketua LAPAAN RI ini juga menambahkan, terkait usaha penimbunan dan pengoplosan BBM jenis pertalite khususnya solar tersebut sudah melanggar UU Migas. Sama halnya dengan penyimpanan, untuk melakukan pengangkutan juga harus memiliki Izin. Dimana setiap orang yang melakukan pengangkutan tanpa Izin Usaha Pengangkutan dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf b UU Migas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).

Kemudian juga pada Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman hukuman pidana penjara selama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar juga PERPRES 191 tahun 2014 (Tanggal Penetapan 31 Desember 2014) Penyediaan Pendistribusian dan Harga jual eceran Bahan Bakar Minyak.

“Kami mendukung sepenuhnya upaya serta langkah rekan-rekan dalam mengawal pendistribusian dan memonitor BBM yang khususnya bersubsidi intinya. Kami siap berkolaborasi agar subsidi ini benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang berhak. Adanya praktik BBM ilegal sangat merugikan. Mari kita sama-sama mengawal dan mengawasi pendistribusian energi bersubsidi ini,” jelasnya.

Kusumo juga menambahkan, sebagai masyarakat, tentu juga harus menunjukkan peran aktif dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan BBM bersubsidi, baik di level pemerintah pusat maupun di daerah termasuk juga stakeholder terkait seperti Pertamina maupun pihak SPBU sebagai penyalur. Partisipasi aktif masyarakat yang secara langsung mengalami dan melihat kondisi di lapangan merupakan informasi awal untuk bisa disampaikan kepada pihak berwenang dalam melakukan evaluasi penyelenggaraan layanan. Terutama jika ditemukan hal-hal yang terindikasi tidak sesuai regulasi pada tahap penyaluran.

“Melapor menjadi opsi yang paling baik untuk ikhtiar dan mewujudkan tujuan subsidi sesuai yang dicita-citakan. Karena melapor merupakan hak setiap masyarakat yang dilindungi undang-undang. Lalu, kemana bisa melapor, kami punya cara serta sistem tersendiri, tunggu saja. Kami menunggu berkas serta alat bukti data kelengkapan kolaborasi dari tim lapangan. Kabironya ada mas Awi, nanti biar mengkondisikan semua rekan dan anggota-anggotanya.” Imbuhnya.

Perlu diketahui, bahwa aturan hukum pun tertuang jelas dalam Pasal 35 UU 25/2009 soal tentang Pelayanan Publik, bilamana terhadap penyelenggaraan pelayanan yang diduga dilakukan petugas tidak sesuai regulasi maka masyarakat bisa melapor ke pengawas internal dan pengawas eksternal. Adapun pengawas internal adalah atasan petugas tersebut dan pengawas fungsional sesuai peraturan perundang-undangan.(*)

(Tim)

Array

Berita Terkait

Komentar