JAKARTA– Kelangkaan gas elpiji 3 kg di pengecer telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat miskin dan para pelaku usaha kecil, khususnya pedagang kaki lima. Pasalnya, pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual gas tersebut (1-3 Februari 2025) karena distribusi hanya boleh dilakukan melalui pangkalan resmi.
Namun mulai Rabu (4/2/2025) Presiden Prabowo mengizinkan pengecer menjual lagi gas elpiji 3kg.
Situasi ini menyebabkan kesulitan bagi banyak orang, termasuk keluarga yang tidak bisa memasak untuk kebutuhan sehari-hari serta pedagang makanan yang terpaksa berhenti berjualan. Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies, Dr. Jerry Massie, MA, PhD., menilai bahwa kejadian ini merupakan bentuk perlawanan politik terhadap Presiden Prabowo Subianto.
“Saya melihat ada indikasi pembangkangan politik terhadap Presiden Prabowo. Kebijakan yang diterapkan saat ini justru bertentangan dengan visi dan komitmen beliau yang berpihak kepada rakyat kecil,” ujarnya, Rabu (5/2/2025).
Dr. Jerry menegaskan bahwa larangan penjualan gas elpiji 3 kg di tingkat pengecer bukanlah kebijakan yang berasal dari Prabowo. Ia menilai bahwa keputusan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, tidak sejalan dengan kepentingan rakyat dan harus segera dievaluasi.
“Bahlil seharusnya paham dengan latar belakangnya sebagai mantan sopir angkot. Kini, saat diberi kesempatan menjabat sebagai menteri, kebijakan yang dibuatnya justru merugikan masyarakat kecil,” kritiknya.
Ia juga mempertanyakan apakah kebijakan ini disengaja atau merupakan bentuk ketidaksepahaman dengan visi Prabowo. “Jika memang sudah tidak sejalan, lebih baik mundur daripada membuat kebijakan yang meresahkan masyarakat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dr. Jerry mengingatkan agar kebijakan seperti ini tidak sampai menimbulkan kegaduhan yang berdampak fatal, seperti antrian panjang yang bisa berujung pada korban jiwa.
Ia juga menyinggung bahwa Golkar perlu mengevaluasi kepemimpinan Bahlil, mengingat ia baru-baru ini dinobatkan sebagai salah satu menteri dengan kinerja terburuk versi Celios.
“Beruntung Prabowo sudah membatalkan aturan ini. Namun, bisa saja ada menteri lain yang masih loyal kepada pemerintahan sebelumnya dan mencoba membuat kebijakan yang tidak sejalan dengan Prabowo,” ujarnya.
Ia juga menyoroti beberapa tokoh yang berpotensi menjadi penghambat di pemerintahan Prabowo, seperti Budi Arie (Ketua Projo), Imanuel Ebenhaezer (Ketua Joman), serta Pratikno dan Bahlil Lahadalia, yang dianggap sebagai “anak emas” Jokowi.
“Inilah akibatnya jika seorang menteri diangkat ke posisi yang bukan bidang keahliannya. Kebijakan yang dihasilkan bisa berujung pada kekacauan,” tutupnya.