Kotabaru, Kalimantan Selatan – Direktur Utama PT Berita Istana Negara, Warsito, menyoroti ketidaklayakan nilai ganti rugi tanah dalam proyek pengembangan Bandara Gusti Syamsir Alam. Salah satu warga terdampak, Gusti Rusmiati H. Zulfadli, warga RT 08, Desa Stagen, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kotabaru, hanya menerima ganti rugi sebesar Rp 71.574 dan Syamsuddin Noor Rp 71.574 untuk satu bidang tanahnya, sesuai dengan daftar harga wajar yang ditetapkan pemerintah.
Hal ini disampaikan Warsito saat berkunjung ke Kotabaru pada Selasa, 18 Februari 2025. Dalam kunjungan tersebut, ia bertemu langsung dengan warga untuk mendengar keluhan mereka terkait penetapan ganti rugi yang dinilai tidak adil.
Warsito menilai bahwa harga yang ditetapkan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) WYP, yang terdiri dari Wahyu, Yasir, Purnamasari, dan rekan cabang Banjarmasin, sangat tidak layak. Ia mempertanyakan kredibilitas lembaga tersebut dalam menilai harga tanah warga terdampak.
“Kami meminta Pemerintah Kabupaten Kotabaru, khususnya Tim Pembebasan Lahan, untuk meninjau ulang keputusan ini. Penilaian harga tanah oleh KJPP WYP tidak profesional dan merugikan warga. Harus ada transparansi dalam proses ini,” tegas Warsito.
Polemik ini mencuat dalam Rapat Sanggahan terhadap Nilai KJPP pada 13 Januari 2025 di Ruang Rapat Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman, dan Pertanahan Kabupaten Kotabaru. Namun, hingga kini, belum ada keputusan yang berpihak kepada warga.
Sebagai bentuk dukungan kepada warga terdampak, Warsito menyatakan bahwa PT Berita Istana Negara siap memberikan pendampingan hukum bagi masyarakat yang merasa dirugikan. Selain itu, pihaknya berencana meminta audiensi dengan DPRD Kabupaten Kotabaru guna memperjuangkan keadilan bagi warga.
“Kami akan memastikan bahwa warga mendapatkan ganti rugi yang layak dan sesuai dengan nilai pasar yang sebenarnya. Jangan sampai hak-hak masyarakat diabaikan akibat penilaian yang tidak transparan,” tambahnya.
Menurut Warsito, nilai ganti rugi Rp 71.574 per bidang tanah sangat tidak layak dan tidak manusiawi. Ia meminta pemerintah daerah meninjau kembali keputusan tersebut. “Jika tidak ada langkah konkret, kami siap membawa permasalahan ini ke tingkat pusat,” tegasnya.
Sementara itu,H. Zulfadli mengaku kecewa dengan nilai ganti rugi yang ditetapkan. Menurutnya, angka tersebut jauh dari nilai pasar tanah di wilayah tersebut. “Kami berharap ada keadilan dalam proses ganti rugi ini. Jangan sampai kami sebagai warga dirugikan,” ujarnya.
Hingga saat ini, pemerintah daerah belum memberikan pernyataan resmi terkait keluhan warga dan sorotan dari Direktur Utama PT Berita Istana Negara.
Polemik terkait ganti rugi lahan untuk pengembangan Bandara Gusti Syamsir Alam mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk aktivis dan tokoh masyarakat. Mereka menilai bahwa kompensasi yang diberikan harus memenuhi asas keadilan.
Warsito menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini agar warga mendapatkan haknya secara layak. “Kami tidak ingin ada ketimpangan dan ketidakadilan dalam proyek pembangunan ini. Semua harus berjalan sesuai aturan dan mempertimbangkan kepentingan warga,”tambahnya.
Lebih lanjut Warsito menegaskan,proses pengadaan jasa penilai harga tanah (KJPP) dalam kegiatan pengadaan tanah untuk lapangan terbang Bandara Gusti Syamsir Alam, Kabupaten Kotabaru, menuai kontroversi. Pemenang paket pekerjaan dengan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp 799.976.000,00 ini adalah KJPP Wahyu Yasir Purnamasari dan Rekan cabang Banjarmasin, yang beralamat di Jalan Komplek Meranti VIII No.1, RT 35 RW 03, Alalak Utara, Banjarmasin.
Warsito, seorang pengamat kebijakan publik, menilai bahwa penetapan pemenang lelang ini diduga kuat mengandung rekayasa yang berpotensi merugikan masyarakat. Menurutnya, KJPP Wahyu Yasir Purnamasari dan Rekan tidak memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam proses penilaian tanah yang dilakukan.
“Proses penunjukan KJPP ini harus dikaji ulang. Jika ada indikasi rekayasa atau keberpihakan, maka masyarakat Kotabaru yang akan dirugikan. Kami meminta pihak berwenang, termasuk APH (Aparat Penegak Hukum), untuk segera mengusut dugaan ini,” tegas Warsito.
Selain itu, Warsito juga menyoroti kemungkinan adanya konflik kepentingan dalam proses lelang ini, yang berpotensi menciptakan harga tanah yang tidak sesuai dengan nilai wajar, sehingga bisa berdampak pada keuangan daerah maupun hak masyarakat yang terdampak pembebasan lahan.
Masyarakat setempat berharap adanya keterbukaan dari pemerintah Kabupaten Kotabaru terkait mekanisme pemilihan penyedia jasa KJPP ini. Apabila benar ada unsur permainan dalam proses pengadaan ini, maka tindakan hukum harus segera diambil guna mencegah kerugian yang lebih besar.
Dengan adanya polemik ini, diharapkan pemerintah daerah dan pihak terkait segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ganti rugi tanah ini secara adil dan transparan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak KJPP Wahyu Yasir Purnamasari dan Rekan serta Pemerintah Kabupaten Kotabaru belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan ini.
(iTO)