Manado – Rois Hidayat, S.H., CMe, selaku kuasa hukum para ahli waris Linora Torindatu, menegaskan tuntutan ganti rugi atas tanah yang terletak di Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), dan Kabupaten Minahasa. Para ahli waris yang diwakili oleh Neltje Karundeng dan Denny Andreas telah memberikan surat kuasa yang dibuat di hadapan Notaris Ratna Suganda Yusuf, S.H., M.Kn., di Manado, Sulawesi Utara.
Menurut Rois Hidayat, tanah tersebut merupakan warisan leluhur mereka, Linora Torindatu, yang telah didukung dengan bukti kepemilikan berupa Akta Eigendom Nomor 232 dan Surat Ukur (Meetbrief) Nomor 272 tertanggal 28 Juni 1879. Akta Eigendom merupakan bukti hak milik yang dikeluarkan oleh Hoofd Kadaster Kantor Manado, yang kini dikenal sebagai Kantor ATR/BPN.
Sejarah Kepemilikan Tanah dan Klaim Ahli Waris
Rois menjelaskan bahwa tanah tersebut berasal dari Willem Datoe Yusup Paulus Torindatu, seorang bangsawan Buol, Sulawesi Tengah, yang menikah dengan Boki Karinda dari suku Bantik. Pasangan ini memiliki dua anak:
1. Estefanus Paulus Torindatu, yang memiliki keturunan.
2. Linora Torindatu, yang tidak menikah dan tidak memiliki keturunan.
Karena Linora Torindatu tidak memiliki keturunan, secara hukum, hak pewarisan jatuh kepada Estefanus Paulus Torindatu dan keturunannya.
Ahli waris menegaskan bahwa mereka memiliki alat bukti kepemilikan tanah, seperti:
Akta Eigendom Nomor 232
Surat Ukur Nomor 272 tertanggal 28 Juni 1879
Salinan Surat Keputusan Menteri Agraria Tahun 1960
Keterangan dari Balai Harta Peninggalan Jakarta Tahun 1988
Tuntutan Ganti Rugi kepada Pemerintah
Berdasarkan Surat Penetapan BPN Nomor 8 Tahun 1973, Presiden saat itu telah memerintahkan gubernur dan Badan Pertanahan untuk memberikan ganti rugi kepada ahli waris tanah Eigendom Verponding. Hal ini diperkuat oleh Permenkeu No. 129 Tahun 2024, yang mengatur penyelesaian aset bekas asing/Tionghoa.
Rois menegaskan bahwa dalam 100 hari kerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah memiliki kesempatan untuk membuktikan komitmennya dalam menegakkan hukum dengan memberikan ganti rugi kepada ahli waris yang sah. Jika tanah tersebut telah dikuasai pihak ketiga atau swasta, maka pihak tersebut wajib membayar ganti rugi kepada ahli waris.
Dasar Hukum dan Regulasi
Mengacu pada PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tanah eigendom verponding dapat dikonversi menjadi hak milik jika dibuktikan dengan:
1. Bukti tertulis kepemilikan
2. Keterangan saksi
3. Pernyataan dari pihak yang bersangkutan
Selain itu, berdasarkan UU No. 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir, diatur bahwa:
Tanah partikelir/eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw (sekitar 70 hektar) yang belum mendapat ganti rugi harus segera diperiksa dan diajukan ke Menteri Dalam Negeri.
Jika hak milik tidak bisa dikembalikan, maka pemerintah wajib memberikan kompensasi dalam bentuk uang.
Rois juga menyebut bahwa dalam SK Menteri Agraria No. 537/Ka Tahun 1960, pemerintah telah memberikan sebagian tanah seluas 441.280.000 m² sebagai ganti rugi kepada Linora Torindatu. Namun, ahli waris menegaskan bahwa mereka masih berhak atas tanah seluas 2.206.400.000 m², yang seharusnya juga mendapatkan kompensasi dari pemerintah.
Tuntutan Ahli Waris: Hak Harus Dikembalikan
Rois Hidayat menegaskan bahwa ahli waris Linora Torindatu tidak akan berhenti memperjuangkan hak mereka. Jika pemerintah tidak segera memberikan ganti rugi, maka pihaknya akan mengambil langkah hukum lebih lanjut.
“Jika tanah tersebut belum diproses ganti ruginya, maka Akta Eigendom Verponding tetap berlaku dan sah sebagai alat bukti kepemilikan,” tegas Rois.
Ia juga menekankan bahwa pemerintah harus segera bertindak untuk menyelesaikan permasalahan ini agar tidak terjadi konflik agraria yang lebih luas di Sulawesi Utara.
(Redaksi : Berita Istana)