BALI – Aktivitas mafia solar di wilayah Bali, khususnya di Denpasar, kini menjadi perhatian serius berbagai pihak. Kelangkaan bahan bakar solar yang sering terjadi di sejumlah SPBU diduga kuat merupakan akibat ulah oknum yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi.
Praktik penimbunan dan distribusi ilegal solar ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mengganggu stabilitas ekonomi lokal. Para sopir truk dan nelayan menjadi pihak yang paling terdampak akibat sulitnya mendapatkan bahan bakar dengan harga wajar.(Sabtu 21 Des 2024).
Menurut salah satu warga yang enggan disebutkan namanya, praktik mafia solar dilakukan dengan modus membeli dalam jumlah besar menggunakan kendaraan modifikasi, lalu dijual kembali dengan harga lebih tinggi. “Kami sangat terganggu, apalagi kami butuh solar untuk aktivitas harian. Mereka membeli dalam jumlah besar sehingga stok cepat habis,” ungkapnya.
Praktik mafia solar yang melibatkan sejumlah oknum wartawan dan aparat kembali mencuat setelah tim investigasi Berita Istana mengungkap modus operandi mereka. Tim investigasi juga telah menggandeng kuasa hukum untuk membawa kasus ini ke jalur hukum.
Modus Operasi Mafia Solar,aktivitas ilegal ini dilakukan dengan menggunakan mobil tangki berwarna, mobil boks yang telah dimodifikasi, dan kendaraan lain yang beroperasi pada malam hari. Solar subsidi diambil dari sejumlah SPBU di Bali dengan harga Rp 8.000 per liter, kemudian dijual kepada seorang penadah bernama Pak Man Tompel seharga Rp 10.000 per liter. Solar tersebut akhirnya dijual kembali ke dermaga dengan harga Rp 14.500 per liter.
Kegiatan bongkar muat solar biasanya berlangsung di sebuah gudang pada pagi hari, antara pukul 07.00 hingga 09.00. Berikut kronologi operasinya:
1. Pengambilan Solar: Solar subsidi diambil dari SPBU oleh Bripka Kadek Bolit menggunakan mobil boks modifikasi pada malam hari.
2. Distribusi ke Gudang: Solar disimpan di gudang milik Pak Man Tompel dengan jadwal bongkar muat setiap pagi.
3. Penjualan ke Dermaga: Solar dijual kembali ke dermaga dengan harga yang jauh lebih tinggi. Dalam sehari, aktivitas ini mampu memasok hingga 50 ton solar.
Peran Oknum Wartawan dan Aparat, Menurut hasil investigasi, oknum wartawan berinisial Putu Juliartawan, yang menjabat sebagai Kepala Perwakilan Bali dari media Seputar Indonesia dengan nomor ID 224/SPI/12/2024, diduga berperan sebagai penyedia logistik, termasuk kendaraan modifikasi untuk pengangkutan solar. Sementara itu, Bripka KB dari Paminal Polda Bali disebut aktif terlibat dalam pengambilan dan distribusi solar.
Langkah Hukum, Tim PT Berita Istana bersama kuasa hukumnya tengah mempersiapkan laporan resmi untuk menindaklanjuti kasus ini. Warsito selaku Direktur PT Berita Istana Negara menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas.
“Kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Tidak boleh ada pihak yang memanfaatkan fasilitas subsidi untuk keuntungan pribadi,” tegasnya.
Imbauan kepada Aparat Penegak Hukum, PT Berita Istana Negara meminta aparat penegak hukum, khususnya Polda Bali, untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku. Mereka juga berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran untuk mencegah terulangnya praktik mafia solar di masa depan.
Praktik mafia solar ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan masyarakat yang membutuhkan akses terhadap bahan bakar subsidi. Semua pihak diharapkan bekerja sama untuk menghentikan praktik ini demi terciptanya keadilan dan keberlanjutan energi di Bali.
(iTO)