Klaten – Beberapa wali murid SMPN 6 Klaten mengeluhkan adanya berbagai pungutan liar yang dilakukan pihak sekolah. Berdasarkan laporan yang diterima redaksi Berita Istana, sejumlah pungutan tersebut meliputi pembayaran seragam lebih dari Rp 1 juta, Lembar Kerja Siswa (LKS) seharga Rp 100 ribu, dan pungutan mingguan untuk kebutuhan sekolah sebesar Rp 5.000 per siswa.
Salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya menyampaikan kekecewaannya terkait mahalnya biaya seragam. “Harga seragam sangat mahal, sementara kondisi ekonomi sebagian besar orang tua di sini sedang sulit,” ujar wali murid tersebut.
Selain itu, wali murid juga mempertanyakan penggunaan dana untuk perbaikan sekolah pasca-bencana puting beliung yang melanda Klaten pada 21 November 2024. Bencana tersebut menyebabkan kerusakan pada 16 ruang kelas, plafon ruang guru, laboratorium TIK, serta beberapa pohon tumbang. Total kerugian ditaksir mencapai Rp 150 juta.
Namun, para wali murid mempertanyakan mengapa mereka masih diminta bantuan dana, mengingat pemerintah seharusnya menanggung biaya perbaikan akibat bencana alam. “Bukankah semua kerusakan akibat bencana alam sudah ditanggung pemerintah? Kenapa kami masih harus menyumbang?” keluh salah satu wali murid.
Pihak sekolah sebelumnya mengirimkan informasi melalui WhatsApp Group kepada wali murid, yang berbunyi:
“Berdasarkan hasil rapat koordinasi tanggap darurat bencana, orang tua diminta memberikan donasi sukarela demi memulihkan kondisi infrastruktur sekolah.”
Selain itu, wali murid juga menyoroti insiden terkait study tour. Beberapa siswa yang batal mengikuti kegiatan tersebut setelah membayar separuh biaya, yakni Rp 800 ribu dari total Rp 1,6 juta, tidak mendapatkan pengembalian uang. “Padahal anak kami tidak jadi ikut, tetapi uang yang sudah kami bayarkan tidak dikembalikan,” tegas seorang wali murid.
Pungutan lainnya termasuk iuran mingguan sebesar Rp 5.000 yang dikumpulkan untuk kebutuhan seperti membeli sapu dan perlengkapan sekolah lainnya. Dengan jumlah siswa per kelas sekitar 30 orang, pungutan ini berlangsung rutin dari kelas satu hingga lulus.
Para wali murid mendesak adanya transparansi penggunaan dana dan meminta pihak berwenang, termasuk Dinas Pendidikan, untuk menyelidiki dugaan pungutan liar di SMPN 6 Klaten. “Kami hanya ingin keadilan. Pendidikan harusnya menjadi hak semua anak tanpa beban biaya yang tak wajar,” pungkas salah satu wali murid.
Dugaan pungutan liar (pungli) di SMPN 6 Klaten memunculkan berbagai pertanyaan dari masyarakat, terutama orang tua siswa. Untuk mendapatkan kejelasan, tim Berita Istana mencoba mengonfirmasi kepada Ratna Pratiwi, salah satu wali kelas di sekolah tersebut. Namun hingga berita ini diterbitkan, Ratna Pratiwi belum memberikan tanggapan terkait dugaan ini.
Jurnalis Berita Istana memahami pentingnya keseimbangan dalam pemberitaan, sehingga berbagai pihak yang terkait dengan kasus ini masih terus diupayakan untuk dikonfirmasi. Dugaan pungutan liar di sekolah menjadi isu sensitif yang memengaruhi kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.
Perlu diketahui, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012, pungutan liar dalam bentuk apapun di satuan pendidikan dasar dilarang keras. Hal ini menjadi dasar bagi masyarakat untuk meminta transparansi dari pihak sekolah.
Hingga saat ini, tim Berita Istana masih terus melakukan pendalaman informasi dan mengupayakan konfirmasi dari berbagai pihak yang terlibat. Pembaca diharapkan bersabar menunggu hasil investigasi lebih lanjut.
Berita Istana akan memberikan pembaruan begitu ada perkembangan baru terkait kasus ini.(iTO)