Salatiga, 25 Juni 2024 – Kebijakan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sesuai Permendikbud No. 47 Tahun 2023 dan Peraturan Gubernur Jateng Nomor 12 Tahun 2024 kembali menuai kritik dari masyarakat Salatiga. Banyak siswa lulusan SMP di wilayah ini terancam tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi karena sistem zonasi yang dianggap kurang transparan dan tidak adil.
“Saya mendapat banyak pengaduan dari masyarakat. Dalam dua hari ini, kita banyak mendengar keresahan yang dialami oleh para orang tua yang anaknya kebetulan sedang mendaftar ke jenjang sekolah menengah atas maupun kejuruan di kota Salatiga,” kata Gunawan Agus SH, dari Lembaga Bantuan Hukum ELBEHA BAROMETER, kepada *Mata Lensa* pada Selasa (25 Juni 2024).
Gunawan menjelaskan bahwa keresahan beberapa orang tua muncul akibat sistem zonasi yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan pasal 2 Permendikbud Nomor 47 Tahun 2023, terutama dalam hal transparansi. Hal ini membuat banyak pelajar berprestasi di Salatiga tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka.
“Kebijakan zonasi diterapkan dengan berbagai pertimbangan positif, seperti pemerataan kualitas pendidikan dan mendekatkan siswa dengan sekolahnya untuk memudahkan pemantauan,” ujar Gunawan. “Namun, faktanya, ada dampak negatif dari kebijakan tersebut.”
Menurut Gunawan, banyak siswa asli Salatiga kehilangan kesempatan untuk bersekolah di sekolah terdekat karena kebijakan zonasi yang tidak didasarkan pada analisa data lokasi sekolah yang menyebar, melainkan hanya berdasar GPS jarak terdekat yang kurang akurat dan transparan.
“Jika transparan, orang tua berharap dalam jurnal pendaftaran semestinya dicantumkan alamat asli, RT/RW lokasi, nama orang tua/wali calon peserta didik baru yang tercantum pada KK harus sama dengan nama yang tercantum pada rapor/ijazah jenjang sebelumnya, atau akta kelahiran, dan/atau KK sebelumnya,” ungkap Gunawan.
Lebih lanjut, Gunawan menyesalkan bahwa obsesi para siswa untuk melanjutkan pendidikan dan membangun cita-cita mereka tiba-tiba terhalang karena jarak rumah yang jauh dari sekolah. Ia mempertanyakan tanggung jawab pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar.
Gunawan menuturkan, rumah anak dari rekannya hanya berjarak 1.8 km dari SMAN 1 Salatiga, namun berpotensi tersingkir ke hampir seluruh SMAN yang ada di Salatiga akibat kebijakan zonasi. Hal ini juga dialami oleh para siswa berprestasi yang berdomisili jauh dari sekolah negeri.
Para orang tua dan siswa yang meminta konfirmasi ke sekolah tidak mendapat jawaban yang memuaskan karena pihak sekolah hanya sebagai pelaksana sistem.
Gunawan mengajak semua pihak yang mempunyai kewenangan untuk segera mengambil kebijakan dengan mempertimbangkan semua pihak dan memperbaiki serta menyelesaikan masalah ini. LBH ELBEHA BAROMETER yang berkantor di Pos Tingkir Salatiga membuka pengaduan sebesar-besarnya bagi masyarakat yang mengalami permasalahan hukum.
“Teriring doa semoga kita semua masih diberi kekuatan dalam ikut mewujudkan tujuan didirikannya negara, khususnya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,” katanya.
Berita ini memuat keluhan masyarakat dan penjelasan mengenai kebijakan zonasi yang diterapkan di Salatiga, serta harapan untuk perbaikan sistem tersebut.(Gun)