Sumba – Paulus Malo Ngongo dan istrinya, Erniyanti Sini Bulu, serta Yohanes Ngongo Malo, warga Desa Raba Ege, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, mendatangi kediaman wartawan Berita Istana Negara di Poma, Desa Watukawula, Kecamatan Kota Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya pada Selasa (08/10/2024).
Paulus datang untuk menyampaikan keluhan terkait kasus utang piutang adat yang terjadi sepuluh tahun lalu. Kasus tersebut dilaporkan oleh Yakob Bulu Lende, yang merupakan kakak kandung dari Ermiyanti Wini Bulu.
Dalam keterangannya kepada wartawan Berita Istana, Paulus Malo Ngongo menyebutkan bahwa dirinya bersama istri mendatangi kantor Polres Sumba Barat Daya setelah menerima telepon dari pihak penjagaan sekitar pukul 15.00 WITA, untuk menghadiri mediasi terkait pengaduan Yakob Bulu Lende.
“Ketika kami datang untuk mediasi, tiba-tiba ada seorang polisi yang membentak-bentak kami dan memaksa untuk mengaku. Bahkan, dia mengancam akan memasukkan kami ke dalam sel jika tidak mengakui tuduhan tersebut,” ujar Paulus.
Menurut Paulus, ketika mencoba untuk menjelaskan dan menyampaikan keterangan, polisi tersebut justru memotong pembicaraannya dan terus memaksa agar Paulus mengakui perbuatannya. “Ini kan mediasi, Pak?” tanya Paulus saat itu. Namun polisi tersebut menjawab dengan tegas, “Tidak bisa, kamu harus mengaku. Kalau tidak mengaku, kamu saya masukkan ke sel.”
Setelah itu, Paulus dan istrinya dimasukkan ke dalam sel tahanan. Istrinya diamankan di ruang Kasipropam. Paulus mengaku terkejut karena kasus yang seharusnya ditangani oleh penyidik justru diambil alih oleh bagian propam. “Kami orang desa, tidak paham hukum. Namun, mengapa Kasipropam yang menangani kasus kami ini?” tanya Paulus.
Tidak berhenti di situ, Paulus mengaku dirinya dipaksa mencopot pakaian, hanya mengenakan celana pendek, dan dimasukkan ke dalam tahanan. Menurutnya, ini adalah bentuk pelecehan terhadap dirinya.
“Di dalam tahanan, kami dipaksa untuk menandatangani surat yang sudah diketik agar mengaku dan membayar kerbau yang dituduhkan. Kami sempat menolak, tetapi tetap dipaksa untuk tanda tangan,” lanjut Paulus.
Paulus dan keluarga berharap agar petinggi Polri dapat mengusut tuntas tindakan intimidasi ini. “Kami sudah tidak diperlakukan dengan bijak. Istri saya hingga saat ini masih trauma dan tidak bisa beraktivitas sebagai petani,” pungkasnya.
Demikian laporan dari Berita Istana, mengharapkan agar keadilan dapat ditegakkan dan kasus ini dapat ditangani sesuai prosedur yang berlaku.