Jateng – SPBU 44.577.12 yang berada di wilayah tertentu terus menjadi tempat favorit bagi mobil-mobil modifikasi, yang kerap disebut “pengangsu,” untuk membeli bahan bakar solar bersubsidi. Namun, meskipun sudah berkali-kali terjadi, tidak ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum (APH) maupun Pertamina untuk memantau dan menindak aktivitas yang mencurigakan ini.
Mobil modifikasi tersebut terlihat sering datang dan pergi dari SPBU dengan modus operandi berganti-ganti plat nomor. Kebiasaan ini berlangsung cukup lama, dan seolah tidak ada kecurigaan atau perhatian dari pihak SPBU maupun aparat terkait.
Dalam beberapa kesempatan, mobil modifikasi seperti Mitsubishi pikup box dengan nomor polisi AD1341AM terlihat membeli solar subsidi dalam jumlah besar, bahkan melebihi kapasitas tangki kendaraan. Seharusnya, ada pengawasan khusus dari pihak SPBU, seperti pemantauan melalui CCTV, untuk mencegah potensi penyalahgunaan.
Saat dikonfirmasi, pengemudi mobil pengangsu yang ditemui di SPBU menolak memberikan komentar dan segera meninggalkan lokasi. Sementara itu, petugas SPBU juga enggan mengakui adanya praktik pembelian solar oleh mobil modifikasi tersebut, dan menyatakan tidak mengetahui adanya kegiatan seperti itu.
Padahal, tindakan penyalahgunaan bahan bakar bersubsidi merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 53 sampai dengan Pasal 58, dengan ancaman pidana penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar. Selain itu, Pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga mempertegas sanksi pidana bagi pelaku penyalahgunaan BBM subsidi.
Pertanyaan pun muncul mengenai kemana pengawasan dari Pertamina dan aparat penegak hukum, mengingat tindakan ini jelas-jelas melanggar aturan yang berlaku dan merugikan masyarakat serta negara. (AST)