Semarang – Sebagian penduduk Desa Jambu, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang terdampak oleh pembebasan lahan untuk ruas Jalan Tol Yogyakarta-Bawen, meminta Pelaksana Pengadaan Tanah Ruas Tol Yogyakarta-Bawen untuk mengadakan perhitungan ulang UGR (Uang Ganti Rugi) pembebasan tanah ruas tol tersebut.(Senin, 08 Juli 2024)
Juwanto Aji, salah satu warga yang tanahnya terdampak tol, mengatakan, “Tanah di daerah kami adalah lahan produktif untuk pertanian dan perkebunan. Mata pencarian sebagian besar warga adalah petani dan pekebun. Perhitungan ganti rugi yang kami dapat kurang sesuai dan tidak sebanding dengan hasil pertanian dan perkebunan serta untuk membeli tanah yang serupa tidaklah cukup.”
Warga lainnya, Fatkur Rochim, juga menyampaikan, “Tanah kami banyak tanaman durian, cengkeh, petai, kopi, kelapa, jahe kapulogo, dan lainnya. Setelah terkena pembebasan tol, keluarga kami nantinya tidak mempunyai penghasilan lagi sementara ganti rugi yang kami dapat terhitung sedikit.”
Barno, pemilik tanah dan petani buah, menambahkan, “Saya menginginkan jual beli itu sama-sama ikhlas. Tanah saya per meter hanya dihargai sekitar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah), hampir sama dengan harga umum tanah di daerah sini. Saya ingin harga tanah dan ganti rugi lainnya bisa dinaikkan.”
Hal yang sama disampaikan oleh Hadi Nurwanto, Edy, dan warga lainnya. Mereka menambahkan bahwa sekitar tiga tahun lalu, tanah warga yang akan dilalui jalan tol sudah dipasang patok oleh panitia pengadaan tanah. Warga tidak boleh menjual-belikan dan menanami pohon lagi tanah yang sudah diberi tanda tersebut. Warga dijanjikan oleh Pelaksana Pengadaan Tanah Tol bahwa mereka akan menjadi miliarder, bisa membeli tanah baru, membuka usaha, dan membeli mobil Pajero Sport dari hasil ganti rugi tol, tetapi faktanya sekarang berbeda.
Menurut banyak warga, ganti rugi lain seperti ganti rugi tanaman, benda lain, kerugian pelepasan, kompensasi masa tunggu, dan lainnya juga tidak transparan atau disebutkan secara terperinci.
Dr. H. Endar Susilo, S.H., M.H., Ketua LBH Mangkunegaran, didampingi anggotanya Aniq Zulalul Hamidah, S.H., sebagai kuasa hukum warga, mengatakan, “Pada dasarnya, semua klien kami sangat setuju dan mendukung pemerintah terkait pengadaan, perluasan, dan pembangunan jalan tol. Namun, klien kami menginginkan ganti rugi yang sesuai dan transparan. Kami sudah mengirim surat permohonan perhitungan ulang ke Pelaksana Pengadaan Tanah Ruas Tol yang saya tembuskan ke Bupati Semarang dan pemerintah terkait sampai ke Presiden RI. Semoga segera mendapatkan respon positif atas keluhan dan keinginan masyarakat kecil warga Desa Jambu,” tegasnya.
Pada tanggal 5 Juni 2024, warga yang terdampak tol mendapat undangan musyawarah tentang ganti rugi tol. Namun, kenyataannya, undangan yang diberikan bukan untuk musyawarah, tetapi warga sudah disodori lembar perhitungan ganti rugi dan diminta untuk bertanda tangan. Banyak warga yang menolak untuk bertanda tangan, namun ada yang sudah bertanda tangan tetapi tetap meminta perhitungan ulang karena dorongan dari keluarga yang lain. (VS)